Category Archives: Renungan

HANCURKAN SETIAP DOSA YANG SAUDARA KENALI

( JC. Ryle, Thoughts for Young Men, Amityville, New York :Calvary Press, 1991, hal. 29-32, 44-46 )

  1. Pada mulanya, manusia dibentuk oleh Allah dan keluar dengan jujur -Pkh.7:29.

Manusia itu “sungguh amat baik”- Kej.1:31.

  1. Setelah manusia jatuh, dosa berdiam secara alamiah di dalam hati setiap orang yang pernah hidup di muka bumi -Pkh.7:20 ; Rm. 3:23.

†        Dosa mencemari pikiran, perkataan dan perbuatan kita secara terus-menerus – Kej. 6:5; Mat.15:19.

†        Dosa menjadikan kita bersalah dan menunjukkan dalam pandangan Allah yang Maha Kudus-Yes. 64:6; Hab.1:13.

†        Dosa membuat kita sama sekali tidak memiliki pengharapan akan keselamatan – Mzm.143:2; Roma 3:20.

†        Buah dosa adalah aib di dunia sekarang ini, dan upah dosa di dunia yang akan datang adalah maut -Rm. 6:21, 23.

  1. Bagaimanakah manusia sekarang ? II Tim. 3:1-9.

Makhluk yang jatuh, suatu reruntuhan, makhluk yang menunjukkan tanda-tanda kebobrokan di sekujur dirinya, hatinya seperti Nebukadnesar, merosot derajatnya dan melata di tanah, memandang ke bawah dan bukan ke atas. Rasa kasihnya seperti rumah tangga yang porak-poranda, tidak tunduk pada pimpinan, semuanya serba boros dan kacau. Pengertiannya seperti lampu yang berkedip-kedip dan tidak sanggup menuntunnya, tidak tahu membedakan antara yang baik dan yang jahat. Kehendaknya seperti kapal yang tak berkemudi, terombang-ambing oleh setiap keinginan dan terus-menerus memilih cara-cara yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Betapa bobroknya manusia dibandingkan dengan tujuan semula. Ketika Roh Kudus menyampaikan gambaran tentang manusia, yang muncul adalah rentetan ungkapan berikut ini : buta, tuli, sakit, tidur, mati. Dan ingat, manusia menjadi demikian oleh karena dosa.

  1. Ingatlah pula, harga yang harus dibayar untuk menebus dosa dan untuk menyediakan pengampunan bagi orang-orang berdosa, ketika Tuhan Yesus dihina, dianiaya dan disalibkan. Renungkanlah betapa jahat dan kejinya dosa itu.
  2. Pikirkan pula apa yang telah dikerjakan dosa atas bumi ini.

†         Dosa melemparkan Adam dan Hawa dari Taman Eden – Kej. 3:16-19.

†         Mendatangkan air bah pada jaman Nuh – Kej. 7:1-24.

†         Mendatangkan api membumihanguskan Sodom dan Gomora – Kej. 19:1-29.

†         Menenggelamkan Firaun dan bala tentaranya di laut Merah – Kel. 14:28.

†         Menghancurkan tujuh bangsa yang fasik di tanah Kanaan – Ul .7:1.

†         Menyerakkan kedua belas suku Israel ke seluruh muka bumi. Dosalah yang melakukan semuanya itu.

  1. Lebih jauh lagi, pikirkanlah segala sengsara dan duka cita yang disebabkan oleh dosa dan terus ditimbulkannya sampai hari ini. Luka, sakit-penyakit dan kematian-perselisihan, pertengkaran, perpecahan, iri hati, cemburu dan dengki, penipuan penyesatan dan kecurangan, kekerasan, penindasan dan perampokan, keegoisan, kekerasan dan sikap tidak tahu berterima kasih. Semuanya itu adalah buah-buah dosa. Dosa adalah bapa semuanya itu, yang telah merusakkan dan mengotori wajah ciptaan Allah.
  2. Perhatikanlah hal-hal itu. Kita harus benar-benar merenungkannya dan kita akan memutuskan hubungan dengan dosa selama-lamanya. Maukah saudara bermain-main dengan racun ? Maukah saudara bercengkerama dengan mereka ? Maukah saudara menjangkau api dengan tangan ? Maukah kalian menimang-nimang musuh yang paling mematikan di atas pangkuan kalian ?

†         Bangkit dan sadarlah akan bahaya dosa !

†         Ingatlah perkataan Salomo : “Orang bodoh” ya, orang bodoh sajalah yang “menganggap enteng dosa.” (Amsal 14:9-KJV).

†         Putuskanlah, dengan pertolongan Allah, untuk menghancurkan setiap dosa yang saudara kenali, betapapun kecilnya.

†         Lihatlah ke dalam diri kalian masing-masing. Ujilah hati kalian. Adakah kebiasaan yang kalian ketahui salah di mata Allah ? Kalau ada jangan menunda-nunda waktu untuk mengatasinya.

†         Tidak ada hal yang lebih menggelapkan mata hati kita dan mematikan hati nurani kita dari pada dosa yang dibiarkan saja. Mungkin memang hanya suatu dosa yang kecil, namun bahayanya sama saja. Lubang kecil pada kapal akhirnya akan menenggelamkannya. Letikan api kecil dapat mengobarkan kebakaran besar dan dosa kecil yang dibiarkan saja akan memporakporandakan jiwa yang kekal ini.

†         Dengarkanlah nasehat ini, dan jangan menganggap enteng setiap dosa kecil. Israel diperintahkan untuk menghabisi setiap orang Kanaan, baik yang besar maupun yang kecil.

†         Bertindaklah dengan prinsip seperti itu : Jangan kenal ampun terhadap dosa-dosa kecil.

†         Kidung Agung 2:15 menggambarkannya dengan indah. “Tangkaplah bagi kami rubah-rubah itu, rubah-rubah yang kecil, yang merusak kebun-kebun anggur.”

†         Perhatikanlah, bahwa tidak ada orang jahat yang sejak mulanya berniat untuk menjadi orang yang begitu jahat. Ia memulainya dengan membiarkan dirinya melakukan pelanggaran kecil, yang berkembang lebih besar, dan pada waktunya kelak membuahkan sesuatu yang semakin besar, dan pada waktunya kelak membuahkan sesuatu yang semakin besar lagi. Sampai ia mendapati dirinya sudah berubah menjadi makhluk bengis tak terkendali.

†         Ketika Hazael mendengar dari Elia tentang perbuatan mengerikan yang akan dilakukannya suatu hari kelak, ia terperanjat dan berkata, “Tetapi apakah     hamba-Mu ini, yang tidak lain dari anjing saja, sehingga ia dapat melakukan hal sehebat itu ? (II Raja 8:13). Namun ia membiarkan dosa berakar dalam hatinya, dan pada akhirnya ia menyulut semua malapetaka itu.

†         Lawanlah dosa sedini mungkin. Hal itu mungkin terlihat kecil dan tidak berarti, namun mungkinlah perkataan saya, lawanlah dosa, janganlah berkompromi dengannya. Jangan biarkan dosa “menginap” dengan tenang tanpa gangguan di dalam hati anda. “Induk kejahatan” kata sebuah pepatah lama, “tidaklah lebih besar dari sayap nyamuk.” Ujung jarum memang kecil saja, namun kalau digunakan, benang-benangpun terburailah. Ingat juga perkataan Rasul Paulus, “sedikit ragi mengkhamiri seluruh adonan.” (I Korintus. 5:6).

†         Banyak anak muda yang dapat bercerita pada kita dengan menanggung sesal dan malu. Mereka mengawali kehancuran dari hal-hal tadi yaitu dengan membuka jalan bagi dosa ketika dosa itu masih merupakan benih kecil.

†         Ingatlah akan hal itu, khususnya dalam hal kebenaran dan kejujuran. Jagalah hati murni kalian secermat-cermatnya sampai ke hal-hal yang sekecil-kecilnya. Barang siapa setia dalam perkara kecil …. (Lukas16:10). Jangan pedulikan apa kata dunia. Tidak ada dosa yang kecil. Semua bangunan besar tersusun atas bagian-bagian kecil. Batu pertamanya sama pentingnya dengan batu-batu yang lain. Semua kebiasaan terbentuk oleh serangkaian perbuatan kecil, dan perbuatan kecil yang pertama berdampak luar biasa.

†         Sebuah dongeng yang mengisahkan mata kapak yang memohon dengan sangat pada pohon, meminta sepotong kecil kayu untuk dijadikannya pegangan. Pohon itu mengijinkannya, dan beberapa saat kemudian, tahu-tahu ia sudah tumbang. Iblis juga hanya ingin menyisipkan suatu dosa kecil yang dibiarkan di dalam hati saudara, dan tahu-tahu kalian sudah dikuasainya.

 “Tidak ada sela kecil di antara kita dan Allah, karena Allah adalah Allah yang tidak terbatas”(William Bridge).

†        Ada dua cara untuk menurunii suatu tangga. Meloncat atau menuruni satu per satu. Namun keduanya membawa ke lantai bawah. Demikian juga ada dua jalan menuju ke neraka. Yang pertama adalah mencebur ke dalamnya dengan mata terbuka dan yang kedua adalah menuruninya tahap demi tahap melalui dosa-dosa kecil.

†        Orang yang tidak mengenal Allah akan berkata, “siapa sih yang puas hanya dengan sebuah dosa ?”

†        Jeremy Taylor dengan baik menggambarkan perkembangan dosa dalam diri manusia.

†        Mula-mula dosa membuatnya terbelalak, lalu menjadi menyenangkan, lalu menjadi gampang, kemudian menjadi kesukaan, selanjutnya menjadi sering, menjadi kebiasaan dan menjadi kuat tertanam. Manusia pun menjadi tidak mengenal rasa sesal, menjadi keras kepala, tidak pernah mau bertobat, dan akhirnya ia pun terkutuk.

†        Mari tanggalkanlah segala beban dan dosa yang begitu merintangi kita dan menyalibkan segala keinginan daging dan hawa nafsunya. Gal.5:24

†        Lupakan semua masa lalu yang pernah terjadi dan hiduplah dalam pertobatan dengan iman, pengharapan dan kasih di hadapan Tuhan kita. Anda telah menjadi manusia baru yang tidak dikuasai lagi oleh dosa dan menang terhadap kuasa Iblis oleh darah Yesus Sang Penebus kita.

@100805

GEREJA AGAMAWI VS GEREJA VISIONER?

  Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah:

itu adalah ibadahmu yang sejati.

Roma 12:1

Pengertian Visi
Misi yang diberikan Tuhan kepada gerejaNya sering disebut sebagai Amanat Agung Tuhan Yesus: “Karena itu, pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka di dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu seperti yang Kuperintahkan kepadamu.” (Mat.28:19-20). Untuk melaksanakannya gereja lokal perlu memiliki VISI yang datang dari Tuhan. VISI Gereja akan menuntun dan memberikan arah yang jelas bagaimana gereja akan dibangun dan bertumbuh dalam kebenaran di tengah-tengah dunia ini. VISI adalah penyataan khusus kepada seseorang (personal) untuk memenuhi panggilan Tuhan menjadi alat Tuhan untuk menyatakan kemuliaanNya bagi orang lain dalam suatu wilayah, bangsa maupun tempat-tempat tertentu yang ditunjukkan.
Dalam PL kita bisa lihat contohnya: Abraham ketika dipanggil Tuhan pertama kali (Kejadian 12:1-4). Perjanjian Baru menulis, “Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. Karena iman ia diam di tanah yang dijanjikan itu seolah-olah di suatu tanah asing dan di situ ia tinggal di kemah dengan Ishak dan Yakub, yang turut menjadi ahli waris janji yang satu itu” (Ibrani 11:8-9).
Musa dipanggil Tuhan dalam pelariannya dari Mesir saat ia menggembalakan domba di padang di Midian tempat meruanya Yitro. Tuhan menampakkan Diri kepada Musa dalam api di semak belukar dan memberikan visi kepada Musa untuk melepaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir (Keluaran 3:4-10; Kisah Para Rasul 7:31-36). Perjanjian Baru menyebutkan “Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan” (Ibrani 11:27).
Contoh dalam PB tentang visi dari Tuhan adalah Paulus. Kisah 9:3-6 Dalam perjalanannya ke Damsyik, ketika ia sudah dekat kota itu, tiba-tiba cahaya memancar dari langit mengelilingi dia. Ia rebah ke tanah dan kedengaranlah olehnya suatu suara yang berkata kepadanya: “Saulus, Saulus, mengapakah engkau menganiaya Aku?” Jawab Saulus: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Kata-Nya: “Akulah Yesus yang kauaniaya itu. Tetapi bangunlah dan pergilah ke dalam kota, di sana akan dikatakan kepadamu, apa yang harus kauperbuat.” Dalam suratnya kepada jemaat Efesus, Paulus mengatakan bahwa tugas yang diberikan kepadanya oleh Tuhan disampaikan dengan “wahyu” (Efesus 3:1-3).
VISI diberikan kepada personal, bukan kolektif atau kelompok. Meskipun demikian visi personal tadi akan menjadi visi bersama (gereja lokal) setelah mereka sepakat untuk mendukung seseorang tersebut dalam sebuah komunitas (gereja lokal). Paulus memiliki tim yang menyertai pelayanannya untuk mewujudkan visi yang ia terima dari Tuhan, seperti Markus, Lukas, Timotius, Silas, Onesimus, dsb.
George Barna mendefinisikan: VISI adalah suatu gambaran mental yang jelas mengenai masa depan yang lebih baik yang ditanamkan oleh Allah kepada hamba pilihan-Nya dan didasarkan pada pemahaman yang akurat tentang Allah, diri sendiri dan situasi yang ada (Bukunya: “The Power of Vision”).

Pentingnya Visi

Tujuan VISI adalah menyatakan kemuliaan Allah, bukan untuk pertumbuhan jumlah jiwa. Pertambahan jiwa-jiwa bukanlah sasaran utama visi, tetapi hasil dari proses, bukan titik pusat dari proses tersebut. Jauh lebih penting gereja yang terdiri dari orang-orang “Kristen Qualified” yang sungguh-sungguh hidup oleh iman dan ketaatan terhadap firman Tuhan, daripada penuh sesak dengan orang-orang “Kristen Sosial/Nominal” yang tidak memiliki hubungan yang benar dengan Tuhan dan tidak memenuhi standar Alkitab. Kuantitas seharusnya adalah hasil dari kualitas. Ini harus berjalan dalam keseimbangan.

Salah satu penyebab mengapa gereja-gereja presbiterian dan sebelumnya, pada akhir-akhir ini, tidak berkembang adalah karena mereka sudah kehilangan visi. Kondisi gereja yang merasa sudah “mapan” membuat para pemimpin gereja tidak merasa harus kerja keras membangun jemaat dalam pelayanan dan penginjilan. Kemapanan adalah penghancur visi sehingga gereja tidak lagi melaksanakan misi yang Tuhan perintahkan. Tidak jarang pula toleransi dan kemajuan jaman menjadi alasan untuk mengesampingkan Amanat Agung Tuhan Yesus. Banyak gereja telah dininabobokan dengan “keteduhan” iman dan “kesalehan palsu.” Kegiatan-kegiatan rohani hanya bersifat agamawi dan rutinitas yang membosankan, tanpa memahami tujuan dan hasil yang akan dicapai dari kegiatan tersebut, entahkah membangun orang, melipatgandakan orang melalui pertobatan atau malah membius orang dalam stagnasi rohani.

Yesus pernah menegur hal yang demikian, “Hai orang-orang munafik! Benarlah nubuat Yesaya tentang kamu: Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” (Matius 15:7-9). Inilah yang sering terjadi sehingga mereka tidak mengetahui perbedaan antara menyanyi dan memuji/menyembah Tuhan. Mungkin faktor kesukaan individu lebih dominan sehingga kadang mereka lebih menyukai “koor” atau “bermain musik” sebagai sebuah kegiatan dan bukan mengutamakan sisi “memuji” untuk “menyenangkan Tuhan.” Akibatnya akan cenderung memamerkan vokal dan penampilan di atas mimbar atau di dalam ibadah daripada membawa hati untuk memuliakan dan menyembah Tuhan dengan sepenuh hati. Terbukti mereka bisa latihan koor dan latihan musik berkali-kali lebih dari memuji dan menyembah yang menjadi tujuan sesungguhnya. Anda pasti tahu jika Anda pernah mengalaminya.
Kebaktian, Pemahaman Alkitab atau Bible Study atau kegiatan dengan nama yang lain, kadang hanya bersifat “agamawi,” sehingga tidak ada gairah, sukacita atau damai sejahtera serta kekuatan hadiratNya yang dirasakan (mengubahkan) jemaat yang mengikutinya. Tidak terjadi kelepasan, pertobatan dan rasa “haus dan lapar” akan Tuhan, bahkan terasa kering dan membosankan. Ini yang sering disebut sebagi “terkungkung” dalam “roh agamawi.” Beberapa penulis mengatakan roh agamawi ini dengan sebutan “spirit of Pharisees.” Di dalam Talmud, dituliskan tentang beberapa tipe orang Farisi: ada jenis orang Farisi yang menyombongkan kebaikan-kebaikannya; ada juga orang Farisi yang memalingkan wajahnya untuk menghindari melihat perempuan; ada orang Farisi yang sering mengangguk-anggukan kepalanya seolah-olah bijaksana; ada orang Farisi yang menghitung kebaikannya, dsb. Di jaman Yesus, orang Farisi menjadi musuh bagi ajaran-ajaran Yesus dan banyak ditegur Yesus dengan sangat keras.

Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas!  16 Jadi karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku. Wahyu 3:15-16

Oleh karenanya, penting sekali gereja lokal memiliki visi yang jelas dan konkret. Visi yang diperoleh dari seorang pemimpin gereja yang menjadi “sahabat Allah” yang selalu berjalan bersama Allah dan “intim dengan Allah.” Pemimpin yang memiliki kepekaan untuk “mendengar” suaraNya dan memiliki ketaatan total kepada Tuhan. Alkitab menyebutnya “orang yang penuh dengan Roh Kudus” (Baca: Kisah 4:8, 6:3, 7:55, 11:24, 13:9, 13:52). Dukungan dari seluruh jemaat untuk mewujudkan visi sangat diperlukan agar terjalin sinergy yang baik dalam kesatuan hati dan kegairahan rohani jemaat. Doa merupakan kegiatan utama gereja yang seharusnya menggairahkan dan penuh dengan kerinduan dari setiap jemaat untuk melakukannya. Pray, praise and worship menjadi gaya hidup jemaat untuk memuliakan Tuhan dan mewujudkan kerajaan Allah di bumi. Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. (Roma 14:17). Sukacita dan damai sejahtera yang terjadi dalam kebenaran Ilahi akan membangkitkan jemaat untuk bergairah dalam kehidupan rohani bukan hanya di gereja, tetapi di rumah, pekerjaan, pergaulan, dan di mana saja. “Datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu, di bumi seperti di sorga“ adalah kehendak Tuhan Yesus yang harus digenapi dan gereja adalah alatNya yang didirikan Yesus (Matius 16:18) untuk menggenapi hal ini.

Menghidupi Visi

Doa, pujian dan penyembahan adalah cara untuk jemaat masuk dalam “intimacy with God.” Selanjutnya pemahaman dan penghormatan yang tinggi terhadap Tuhan harus direpresentasikan melalui penundukan diri dan ketaatan terhadap firmanNya yang tertulis dalam Alkitab. Firman harus “mendarah daging” pada setiap anak Tuhan dan semua aktivitas kita harus digerakkan dan selaras dengan Firman itu. “Firman itu telah menjadi manusia/daging (The Word became flesh)” (Yoh.1:14). Sebagai Anak Allah, Yesus adalah inkarnasi dari Firman. Demikian halnya kita sebagai anak-anak Allah, seharusnya FirmanNya “mendarah daging” atau menjadi satu dalam diri kita dan tercermin dalam kehidupan kita setiap saat di manapun kita berada. Untuk inilah gereja didirikan dan mengangkat para pemimpin atau penatua gereja yang memiliki karunia khusus yaitu untuk memperlengkapi orang-orang kudus (jemaat) agar mencapai kedewasaan iman dan kepenuhan Kristus ( Efesus 4:11-13).
Sebagian besar gereja-gereja kharismatik telah memiliki visi dan menuliskannya dalam warta atau spanduk gereja agar selalu mengingatkan seluruh jemaat akan panggilan gereja bagi mereka kepada dunia ini. Namun demikian, tidak jarang visi tersebut hanya menjadi slogan semata-mata karena kurangnya pemahaman jemaat dan lemahnya doktrin serta pengajaran gereja tentang panggilan hidup mereka (jemaat). Akibatnya visi yang telah diberikan Tuhan bagi mereka, tidak direalisasikan. Di banyak gereja tanpa visi, gereja hanya menjadi tempat berkumpulnya orang untuk bersalam-salaman, menyanyi, memasukkan persembahan, mendengar khotbah, dan dalam periode tertentu makan dan minum perjamuan kudus lalu pulang. Setelah itu mereka tidak hidup lagi dalam firman, tidak tinggal pada Pokok Anggur Kebenaran dan melupakan “segala yang rohani” demi pekerjaan, uang dan kesenangan hidup mereka. Banyak orang percaya yang berusaha memisahkan kehidupan rohani dengan kehidupan sehari-hari, dalam bekerja, bergaul, bermasyarakat dan berumahtangga. Ini jelas menjadi tugas gereja bahwa gereja harus bertanggungjawab terhadap ketidakmengertian jemaat akan panggilan hidup mereka. Menjadi terang dan garam di tengah dunia (masyarakat), menjadi saksi Kristus, memberitakan Injil Yesus yang seharusnya dihidupi oleh setiap orang percaya akhirnya dibutakan oleh lemahnya pengajaran gereja dan ketidakseimbangan pemahaman tentang keselamatan oleh kasih karunia dan pengampunan dosa. Sementara orang-orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus menjalani hidup mereka dengan radikal dan antusias dalam setiap aspek hidup mereka dan berusaha memberitakan Injil melalui segala cara yang bisa dilakukan, orang-orang Kristen tanpa visi justru sibuk dengan kebutuhan dan kesenangan mereka, pekerjaan dan pencapaian kesejahteraan hidup mereka, bahkan mentertawakan orang-orang yang sungguh-sungguh hidup bagi Tuhan hanya karena doktrin, aliran, denominasi dan bukan karena pemahaman yang benar akan firman Tuhan. Perpecahan dan perselisihan keluarga bahkan dalam gereja menjadi hal biasa, perselingkuhan, percabulan dan perjinahan seolah dibiarkan dan pura-pura tidak pernah ada dalam gereja, kemabukan dan kejahatan lainnya juga menjadi biasa. Inilah potret gereja tanpa visi, ibadah tanpa hati, hidup tanpa arti. Oleh karenanya gereja harus menanamkan visi dan panggilan hidup setiap pribadi jemaat dengan konsisten agar mereka tahu untuk apa mereka sesungguhnya hidup dan kemana tujuan hidup mereka? Amsal 29:18 mengatakan Where there is no vision, the people perish (KJV) artinya dimana tidak ada visi (wahyu), jemaat (rakyat) binasa. Nabi Hosea pernah menegur umat Israel karena para pemimpin umat tidak memberikan pengajaran yang memadai dan benar bahkan melupakan dan menolak pengajaran yang benar, “Umat-Ku binasa karena tidak mengenal Allah; karena engkaulah yang menolak pengenalan itu maka Aku menolak engkau menjadi imam-Ku; dan karena engkau melupakan pengajaran Allahmu, maka Aku juga akan melupakan anak-anakmu” (Hosea 4:6 ). Orang-orang yang hidup di saat itu, selalu menolak firman yang disampaikan untuk mereka yang hidup di masa itu. Sama halnya dengan gereja yang menolak teguran-teguran firman bagi mereka saat ini. Lihat di sepanjang Alkitab baik PL maupun PB, mereka menolak firman yang disampaikan kepada mereka saat itu. Mayoritas orang Yahudi menolak Yesus pada saat itu, menolak pencurahan Roh Kudus di Kisah pasal 2 adalah penggenapan dari kitab Yoel, menolak murid-murid Yesus yang memberitakan firman Tuhan bahwa Mesias telah datang. Mungkinkah jika kita hidup di jaman Yesus, kita juga akan menolak Yesus bahwa Ia adalah Mesias dan Anak Allah? Mungkin Anda juga akan mengatakan, “Bukankah Ia hanya anak tukang kayu? Bukankah ibunya bernama Maria dan saudara-saudaraNya: Yakobus, Yusuf, Simon, dan Yudas? Bukankah Ia anak Yusuf?” (Matius 13:55-57). Kita mencela orang-orang Farisi dan imam-imam Yahudi saat ini, tetapi kita tidak menyadari bahwa kita pun mungkin akan seperti mereka jika kita hidup di jaman mereka. Sekarang kita bisa lihat di antara kita pun banyak yang menolak kebenaran-kebenaran Tuhan yang harus digenapi saat ini. Imam-imam Yahudi pasti sangat tahu firman Tuhan (Alkitab PL) saat itu dan merasa lebih tahu dari Yesus yang hanya anak tukang kayu. Bukankah banyak sekarang ini yang merasa tahu firman Tuhan, dan tersinggung ketika mendengar teguran, kritikan dan nasehat, walau kenyataannya mereka tidak melakukannya dan munafik seperti halnya orang Farisi? Mereka mengatakan ini sesat, ini menyimpang, tidak benar, melanggar aturan organisasi tetapi kehidupan rohani mereka tidak lebih maju dibanding yang mereka tuding. Benarlah perkataan Yesus, “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal. Sebab setiap pohon dikenal pada buahhya.” (Matius 12:33; Lukas 6:44). Dari buahnyalah kita akan mengenal seseorang (Mat.7:20). Di samping buah Roh yaitu karakter yang baik (Gal.5:23), pekerjaan dan perbuatan kita pun bisa dilihat sebagai buah iman kita kepada Tuhan (Fil 1:22; Titus 3:14; Kol.1:10).

Agama selalu melihat Tuhan dalam perspektif masa lampau. Agama yang diharapkan akan membawa mereka kepada Tuhan justru tidak menyentuh aspek rohani (pneumatikos), namun hanya sampai di tingkat jiwani (psikikos). Agama hanya memberi pengetahuan tentang Tuhan di masa lampau (knowledge) tanpa merasakan Tuhan di masa kini. Orang menyebut agama tanpa Tuhan, karena memang kita tidak bisa diselamatkan oleh agama. Agama tidak bisa menyelamatkan manusia. Yesus lah yang menyelamatkan kita. Oleh karenanya jika Anda hanya beribadah secara agamawi maka sesungguhnya genaplah perkataan Yesus, “sia-sialah ibadahmu.”

Adalah tanggung jawab para pemimpin gereja untuk memberikan pengajaran dan menyediakan makanan rohani yang memadai bagi jemaat. Jika pemimpin menghidupi visi maka ia akan mengimpartasikannya kepada jemaat dan jemaat pun akan hidup dalam panggilannya yang tercermin dari keseharian hidup mereka. Paulus dan Petrus menasehati kita untuk hidup sesuai dengan panggilan hidup kita (Ef 4:1; 2 Pet. 1:10). Otomatis visi gereja juga akan dikerjakan ketika jemaat mengerti panggilan mereka dan mau hidup dalamnya.

Rasul Paulus memberikan teladan demikian, “Aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapanku, dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus. (Filipi 3:13-14). Setiap orang percaya memiliki panggilan sorgawi masing-masing, dan gereja memiliki panggilan sorgawi yang spesifik dari Tuhan (visi) yang harus dikerjakan secara bersama-sama yang mengarah pada tujuan yang sama yaitu kemuliaan Allah di dalam Yesus Kristus Tuhan.

 

NEVER LEAVE HISTORY!

June 3, 2011 at 10:32am

JAS MERAH: “Jangan sekali-kali melupakan sejarah” (Soekarno). Mengenang kembali ajarannya di bulan Juni, bulannya Soekarno Presiden pertama RI. Mengutip apa yang pernah dikatakannya yang tentu saja selaras dengan kebenaran-kebenaran prinsip hidup Kekristenan. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya. Menghargai bukanlah mengkultuskan mereka, tetapi menempatkan posisi mereka pada tempat yang semestinya, tidak melupakan jasa-jasanya, meski tidak terlepas  ada kekurangan-kekurangannya. Tempatkan “masa lalu” sebagaimana mestinya. Bagaimanapun juga Anda ada karena masa lalu. Anda dibentuk oleh masa lalu, sebaik atau seburuk apapun yang terjadi.

 

Tuhan menyuruh kita untuk melupakan masa lalu, hal ini benar, tetapi masa lalu yang itu bukan dalam konteks ini. Masa lalu yang membelenggu dan menghambat langkah hidup kita memang harus ditinggalkan dan tidak perlu diingat-ingat lagi. Dosa, pelanggaran dan kesalahan masa lalu tidak boleh mengintimidasi hidup masa kini kita karena akan menghambat masa depan kita. Rasul Paulus menegaskan, “aku melupakan apa yang di belakangku” dan masih banyak ayat-ayat yang lainnya. Memang benar, namun bukan ini yang dimaksud dalam konteks kita sekarang. Iblis akan terus mengintimidasi kita dengan masa lalu, karena ia adalah PENDAKWA.

Yang kita maksud adalah kebaikan di masa lalu dari para pendahulu kita. Menghargai orang-orang yang merintis dan merajut kehidupan kita di masa lalu adalah bentuk menghargai kebaikan-kebaikan Tuhan melalui mereka.

Ingatlah kepada zaman dahulu kala, perhatikanlah tahun-tahun keturunan yang lalu, tanyakanlah kepada ayahmu, maka ia memberitahukannya kepadamu, kepada para tua-tuamu, maka mereka mengatakannya kepadamu. Im 32:7

 

Yosua masih menghargai pendahulunya Musa saat ia memimpin bangsa Israel untuk melanjutkan perjalanan ke tanah Kanaan. Yosua menyuruh jemaah Israel untuk mengingat apa yang dikatakan Musa,  “Ingatlah kepada perkataan yang dipesankan Musa, hamba TUHAN itu, kepadamu, ….. (Yos.1:13).

Oleh karena itu dalam zaman Perjanjian Baru pun diingatkan kepada kita untuk menghargai orang-orang yang telah menginvestasikan hidupnya dalam kehidupan rohani kita. Ada orang yang pernah membimbing, mengajar, mementor, menerima Anda apa adanya, sewaktu Anda masih belum tahu apa-apa tentang hidup di dalam Tuhan.

“Ingatlah akan pemimpin-pemimpin kamu, yang telah menyampaikan firman Allah kepadamu” (Ibrani 13:7).

 

“INGATLAH AKAN MASA LALU. Sesudah kamu menerima terang, kamu banyak menderita oleh karena kamu bertahan dalam perjuangan yang berat” (Ibrani 10:32).

Jadi…Ingatlah pada waktu kamu miskin, susah, sakit-sakitan, tidak tahu apa-apa…

Ingatlah ketika kamu belum mengenal Tuhan…ingatlah kebaikan-kebaikanNya…

Ingatlah pengajaran-pengajaranNya… Mengingat seperti a itu menjadikan kita bijak. Menyadari bahwa dulu kita bukan siapa-siapa, membuat kita tidak sombong dan merupakan representasi dari menempatkan Tuhan pada tempat yang benar.

 

Fenomena sekarang adalah banyak hamba Tuhan yang begitu mudah melupakan kebaikan orang lain, kebaikan orang di atasnya, kebaikan pendahulunya, ….setelah merasa mampu, setelah merasa bisa berdiri sendiri, setelah merasa tidak membutuhkan lagi, setelah merasa dirinya hebat….. ada yang berkata, “kamu bukan siapa-siapa lagi bagiku”…. Kekecewaan, kesalahpahaman bahkan  kesalahan bukan alasan untuk kita melupakan orang yang pernah dipakai Tuhan atas hidup kita.

 

Belajarlah dari Daud yang sangat menghargai pendahulunya Saul, bahwa ia tidak berani menjamah orang yang diurapi Tuhan seburuk apapun Saul. Bahkan Daud menyuruh membunuh anak buahnya yang telah membuat Saul mati meski anak buah itu merasa (berdalih) apa yang dilakukannya untuk kebaikan.

 

“Kemudian berkatalah Daud kepadanya: “Bagaimana? Tidakkah engkau segan mengangkat tanganmu memusnahkan orang yang diurapi TUHAN?” Lalu Daud memanggil salah seorang dari anak buahnya dan berkata: “Ke mari, paranglah dia.” Orang itu memarangnya, sehingga mati. Dan Daud berkata kepadanya: “Kautanggung sendiri darahmu, sebab mulutmulah yang menjadi saksi menentang engkau, karena berkata: Aku telah membunuh orang yang diurapi TUHAN.” Daud menyanyikan nyanyian ratapan ini karena Saul dan Yonatan, anaknya.” (2 Sam.1:14-17)

 

Yang terjadi sekarang banyak orang-orang yang membunuh karakter orang lain dengan dalih kebaikan, integritas dsb, padahal motivasi sesungguhnya tidak lurus, bahkan menjelek-jelekkan dan memburuk-burukkan nama orang agar banyak orang mengikuti kemauan dan pendapatnya.

2 Timotius 3:1-4 Ketahuilah bahwa pada hari-hari terakhir akan datang masa yang sukar. Manusia akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah, mereka akan berontak terhadap orang tua dan TIDAK TAHU BERTERIMA KASIH, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, SUKA MENJELEKKAN ORANG, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang baik, SUKA MENGKHIANAT, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah.

 

Dosa masa lalu memang harus dilupakan dan tidak diingat-ingat karena berpotensi mengikat dan membelenggu hati kita untuk kita bisa berjalan bersama Tuhan. Tetapi kebaikan dan kebenaran masa lalu harus tetap diingat, karena ini bentuk menempatkan Tuhan pada posisi yang semestinya dan penyataan sikap kerendahan hati yang sejati dari orang percaya. Daud pasti mengingat bahwa dia bukan siapa-siapa, dia hanya penggembala kambing domba, hanya seorang biasa, tetapi itu tidak mengurangi rasa percaya dirinya untuk dipakai Tuhan dalam melakukan perkara-perkara besar. Itu dirasakannya sebagai “balancing” (penyeimbang) agar dia tidak sombong, tidak salah di mata Tuhan dan tidak merasa bangga karena sudah diangkat Tuhan.

 

Jadi ingat kasihNya…ingat kebaikanNya…..

ingatlah orang yang dulu telah membuatmu hidup dalam kasihNya, kebaikanNya, anugerahNya!

 

Ingatlah dan SYUKURILAH!

KASIH YANG MEMULIHKAN

Kasih Yang Memulihkan

“Tetapi kepada kamu, yang mendengarkan Aku, Aku berkata: Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu;

mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu.

(Lukas 6:27-28).

Perintah Tuhan sangat jelas bahwa kita harus mengasihi semua orang bagaimanapun perlakuan mereka kepada kita. Salah satu caranya adalah dengan memberkati mereka. Blessing berasal dari kata Eulogia: eu-baik dan logia-kata; dengan kata lain memberkati berarti memberikan kata-kata yang baik. Ketika kita sedang sakit hati atau kecewa dengan seseorang biasanya kita mencaci-maki atau bahkan mengutuk orang yang menyakiti hati kita, dan tidak hanya itu, kita menceriterakan ke banyak orang tentang keburukan orang tersebut, walaupun belum tentu kebenarannya. Tetapi hari ini Tuhan mengajar kita untuk bisa memberikan kasih yang terbaik dengan memberkati melalui kata-kata kita. Berdoalah untuk orang-orang yang pernah menyakiti dan mengecewakan Saudara dan mintalah berkat, karena penghakiman adalah haknya Tuhan bukan hak Saudara. “Dengan lidah kita memuji Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan menurut rupa Allah, dari mulut yang satu keluar berkat dan kutuk. Hal ini, saudara-saudaraku, tidak boleh demikian terjadi”  (Yak.3:9-10). Ingatlah akan kebaikan yang pernah Saudara terima dari orang yang menyakiti hati Saudara dan perkatakan perkataan yang memberkati dan membangun.  “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu” (1 Petrus 3:10). Dengan menjaga lidah dan mengucapkan kata-kata yang baik berarti kita telah memberkati orang-orang di sekeliling kita dan kita akan melihat hari-hari baik dalam hidup kita.

Alkitab banyak menuliskan tentang pembentukan karakter yang harus dilakukan melalui penderitaan, kegagalan, kecelakaan, penyakit dan pengalaman hidup yang tidak mengenakkan hati kita. Hal ini diijinkan Allah untuk kebaikan kita, jika kita mengerti maksud dan tujuannya. Oleh karena itu konflik dan masalah memang harus ada di dalam kehidupan, hanya saja bagaimana kita menyikapi akan hal tersebut merupakan penentu di dalam penyelesaiannya. Sikap inilah yang akan menunjukkan karakter kita yang sebenarnya.

Keteladanan Yesus merupakan contoh yang mengesankan tentang kerendahan hati, yang sering  kita dengar di khotbah, tetapi selalu sulit untuk dilakukan. Secara jujur memang harus diakui, orang mau dihormati dan tidak senang diremehkan, memilih ditinggikan dari pada direndahkan, ingin dinomorsatukan dan tersinggung bila dinomorduakan atau diabaikan. Maunya dikasihi, tidak siap menerima keadaan yang tidak seperti yang dikehendakinya. Ketika dalam kenikmatan hidup, lupa bahwa dirinya ternyata menyakiti orang lain bahkan yg terdekat dengannya, tetapi ketika merasa kecewa (bahkan untuk alasan yang belum tentu kebenarannya), ia juga lupa bahwa dia lebih mengecewakan orang lain dan sesungguhnya lebih jahat dari yang mengecewakan dia. Ada lagi yang berkata, “tetapi masalahnya, saya sudah merendahkan diri, mau dimuridkan, tidak iri hati, namun masih juga dikecewakan.” Kadang-kadang kita membatasi arti kerendahan hati dengan batasan kita sendiri, sehingga persoalan pun menjadi berkembang dan tidak terselesaikan. Hati kita menyimpan kebencian, luka, kemarahan bahkan dendam. Berdoa hanya sebagai bagian melakukan aktifitas lahiriah jika Anda tidak segera bertobat dan mengampuni orang lain. Anda tidak bisa berpura-pura seolah-olah hati Anda sudah beres dan melayani Tuhan dalam keadaan seperti ini. Satu-satunya jalan adalah rekonsiliasi, baru Anda akan dipulihkan total. Kasih yang memulihkan adalah kasih yang mengampuni tanpa syarat.

“Sebab itu marilah kita mengejar apa yang mendatangkan damai sejahtera dan yang berguna untuk saling membangun” (Roma 14:19). “Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya” (Roma 15:2). Membangun orang lain berarti kita melakukan sesuatu yang mendatangkan damai sejahtera bagi orang lain dan kita mengutamakan kepentingan dan kesenangan orang lain bukan kepentingan dan kesenangan kita. Saat kita sakit hati atau kecewa terkadang kita melakukan tindakan yang menyakiti orang lain atau membikin syak bagi mereka atau mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan, tetapi ketika pengurapan Alah dicurahkan atas kita, kita akan dimampukan untuk memberi kasih yang terbaik dengan melakukan hal-hal yang membangun orang lain dan mendatangkan damai sejahtera bagi mereka.

Roma 12:17-18 Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!

Jika kita sudah mendahului untuk melakukan perdamaian, rekonsiliasi, tetapi ditolak, kita sudah sah melakukan firman Tuhan. Yang jelas tetap mendoakan dan memberkati mereka yang tidak mau damai dengan kita. Kasih yang sempurna hanya berasal dari Tuhan tetapi kita bisa belajar melakukannya dengan mengasihi orang lain tanpa syarat bahkan sekalipun pernah dikecewakan atau disakiti. Kasih pasti memulihkan!

KASIH ITU MEMBERKATI