Tag Archives: keluarga

KELUARGA YANG DISFUNGSI

broken home1

Definisi Keluarga yang Disfungsi

  • Keluarga yang disfungsi adalah keluarga yang gagal dalam melakukan fungsi yang Tuhan rencanakan bagi keluarga-keluarga
  • Keluarga yang disfungsi adalah juga keluarga yang tergantung pada metode dan strategi yang tidak efektif, tidak benar, atau yang merusak masing-masing anggota keluarga tersebut
  • Pola-pola tersebut yang tidak benar diulangi terus sampai terciptakan suatu sistem yang tidak benar. Bagi masing-masing anggota fungsi sistem tersebut dianggap lebih penting daripada kalau sistemnya benar atau tidak.
  • Dalam konteks keluarga yang disfungsi hubungan antara orangtua dengan anak-anak mereka cenderung tegang dan tidak normal
  • Karena masing-masing angota belum pernah mengalami kehidupan keluarga yang normal, seringakali anggota-anggota keluarga yang disfungsi menganggap keluarga mereka normal atau ”biasa”

 

Berbagai Jenis Keluarga Yang Disfungsi

  • Keluarga di mana minimal satu anggota kecanduan alkohol, narkoba, dosa seksual atau main judi
  • Keluarga di mana minimal satu anggota sakit secara emosional atau psikologis
  • Keluarga di mana minimal satu anggota menganiaya yang lain secara emosional, secara fisik atau secara seksual
  • Keluarga yang menganut kepercayaan agamawi yang tidak benar atau yang terlalu kaku sekali

 

Dampaknya terhadap anggota keluarga yang lain

  • Mereka semua menjaga rahasia bahwa salah satu anggota mereka bermasalah berat sehingga seluruh keluarganya terpengaruh
  • Mereka membuat strategi-strategi yang tidak efektif dan tidak benar supaya sistem keluarga mereka terus berjalan
  • Mereka semua mulai memainkan peran-peran yang aneh yang cenderung merusak masing-masing anggota keluarga mereka

Beberapa peran yang dimainkan oleh anggota-anggota keluarga yg disfungsi

  • The ”Dependent”: Anggota keluarga yang masalahnya cukup serious sehingga mempengaruhi semua anggota keluarganya yang lain
  • The ”Enabler”: Seringkali istrinya memainkan peran ini. Ia melindungi orang yang bermasalah itu supaya (1) masalahnya tidak diketahui oleh orang lain dan (2) ia tidak mengalami konsequensi tindakan-tindakannya yang akan meyakitkan.
  • The ”Hero”: Seringkali peran ini dimainkan oleh anak yang paling sulung atau anak yang paling pintar. Ia berusaha untuk bekerja keras supaya ia berhasil dan berprestasi. Fungsinya dalam konteks keluarga ialah untuk menenteramkan hati keluarga dengan membuktikan bahwa mereka ”baik-baik saja”.
  • The ”Princess or Little Man”: Menjadi anak yang favorit bagi salah satu orangtuanya (biasanya the “Enabler”). Seringkali dianiaya secara emosional dengan dijadikan penganti orangtua yang lain (misalnya penganti suami dalam kehidupan ibunya supaya kebutuhan emosionalnya terpenuhi).
  • The ”Doer”: Ia bekerja keras untuk mencari nafkah bagi keluarganya. Ia cenderung memikul tanggung jawab yang terlalu berat baginya, tetapi ia merasa bersalah dan merasa bahwa usahanya tidak cukup.
  • The ”Scapegoat” (kambing hitam): Seringkali anak kedua dalam keluarga yang disfungsi memainkan peran ini. Supaya orang lain tidak merasa bersalah akibat kondisi keluarga, anak tersebut menjadi kambing hitam bagi keluarganya, seolah-olah ia yang menyebabkan semua masalah dan disfungsi keluarganya.
  • The ”Lost Child” (anak yang tersesat): Anak tersebut cenderung menjadi pemalu dan mengisolasikan dirinya sendiri. Ia merasa seperti orang asing dalam konteks keluarganya, terabaikan oleh orangtua dan saudara-saudaranya. Ia cenderung memisahkan dirinya dari semua kekacauan keluarganya, dan sering masuk ke dalam dunia fantasi yang lebih nyaman baginya
  • The ”Mascot”: Seringkali anak bungsu dalam keluarga yang tidak berfungsi memainkan peran ini. Ia mencari perhatian dari semua anggota yang lain, dan berusaha untuk menghibur mereka dengan humor dan joke-jokenya. Anggota keluarganya yang lain cenderung terlalu melindungi anak ini dari masalah dan tantangan hidup. Namun di dalam hatinya ia penuh kecemasan dan ketakutan

 

Prinsip Utama

Peran-peran yang dimainkan dalam konteks keluarga yang disfungsi cenderung dimainkan juga di luar konteks keluarga tersebut sehingga mempengaruhi masing-masing anggota di sekolah, di tempat kerja, di gereja, di dalam hubungan dengan teman-teman dan dalam hubungan dengan suami/istri dan anak-anak mereka

Beberapa praturan dalam keluarga yang disfungsi

  • Jangan membicarakan masalah-masalah, khususnya dalam konteks keluarga
  • Jangan mengungkapkan perasaan-perasaan Anda secara terbuka dan jujur
  • Jangan berkomunikasi dengan orang lain secara langsung. Lebih baik secara tidak langsung, misalnya dengan berdiam, memisahkan diri dari orang lain, atau melalui pihak ketiga
  • Jangan menghadapi besarnya masalah yang dialami oleh ”The Dependent” sehingga Anda mempunyai pengharapan-pengharapan yang tidak realistis mengenai apa yang akan dilakukannya bagi Anda
  • Jangan merasa dirimu pintar, Anda harus mengutamakan anggota keluarga yang lain meskipun salah (berarti Anda tidak boleh menentukan garis-garis batas dalam hubungan dengan anggota-anggota keluarga yang lain)
  • Jangan meneladani orangtua Anda. Lebih baik melakukan apa yang mereka katakan daripada apa yang mereka lakukan
  • Jangan menikmati diri sendiri (”Don’t have fun”)
  • Jangan berusaha untuk mengubah situasi keluarganya
  • Jangan membahas hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas Anda atau orang lain
  • Jangan mempertanyakan kepercayaan atau keyakinan orangtua Anda

 

Karakteristik orang yang berasal dari keluarga yang disfungsi

  • Mereka hanya bisa menerka mengenai apa yang normal dan sehat dalam konteks hubungan mereka dengan orang lain
  • Mereka seringkali mengalami kesulitan dalam mengerjakan suatu proyek dari awal sampai proyek tersebut terselesaikan
  • Mereka cenderung menipu dan membohongi orang bahkan dalam situasi-situasi di mana mereka bisa menjawab dengan benar
  • Mereka cenderung menghakimi diri sendiri tanpa belas kasihan
  • Mereka cenderung tidak dapat bersenang-senang
  • Mereka cenderung menganggap diri dengan sangat serious
  • Mereka cenderung mengalami kesulitan dalam pembentukan hubungan-hubungan yang dekat dan intim
  • Mereka cenderung berreaksi besar terhadap perubahan yang di luar kontrol mereka
  • Mereka mencari terus penerimaan dan pujian dari orang lain
  • Mereka merasa bahwa mereka berbeda dengan orang lain
  • Mereka cenderung menjadi terlalu bertanggung jawab (dengan cara yang over and tidak sehat) atau sama sekali tidak bertanggung jawab
  • Mereka cenderung sangat loyal, bahkan setelah sudah terbukti bahwa orang lain itu tidak layak menerima loyalitas mereka
  • Mereka cenderung impulsif, tidak mempertimbangkan konsequensi tindakannya

 

Proses konseling dengan orang yang berasal dari keluarga yang disfungsi

  • Pelayanan untuk memulihkan hati mereka dari dampak latar belakang mereka
  • Pelayanan untuk membentuk hubungan yang sehat dengan orangtua dan saudara-saudara mereka
  • Pelayanan untuk membentuk hubungan yang sehat dengan orang lain di luar konteks keluarganya

 

Tujuan konseling dengan orang yang berasal dari keluarga yang disfungsi

  • Menolong mereka untuk mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh dan untuk bertumbuh semaksimal mungkin di dalam Kristus
  • Menolong mereka untuk menjadi berkat bagi orang lain karena ia membentuk hubungan-hubungan yang sehat dengan mereka
  • Menolong mereka untuk menjadi suami atau istri dan ayah atau ibu yang membentuk rumah tangga yang sehat sehingga memberkati anak-anak mereka.

Karakteristik keluarga yang sehat

  • Keluarga yang terbuka terhadap orang lain dari luar sistem keluarga
  • Keluarga mengijinkan orang luar untuk masuk ke dalam sistem keluarga dan anggota-anggota boleh mencari bantuan di luar keluarga kalau perlu
  • Orangtua menentukan garis-garis batas yang tepat antara satu generasi dengan generasi berikutnya.
  • Keluarga mengetahui bahwa situasi-situasi yang membuat stres akan terjadi dalam kehidupan semua orang. Mereka mengerti bahwa dampak stres bisa positif kalau pendekatan mereka benar
  • Anggota-anggota keluarga bekerja bersama-sama untuk mencari solusi bagi masalah-masalah yang mereka hadapi. Mereka berpusat pada solusi dan tidak mengutamakan siapa yang bersalah
  • Anggota-anggota keluarga berpusat pada apa yang dapat dikontrol dalam kehidupan mereka. Mereka cenderung menerima situasi-situasi yang diluar kontrol mereka
  • Mereka membuat dan merevisi praturan-praturan supaya mereka bisa menghadapi kehidupan mereka setiap hari dengan efektif. Waktu mereka stres mereka saling mendukung dan bekerja sama untuk merevisi praturan mereka dan untuk mengevaluasi hasilnya
  • Mereka menyadari bahwa keputusan dan kebiasaan mereka bisa fleksible. Praturan dan pengharapan yang terlalu kaku (rigid) cenderung ditantang oleh anggota-anggota keluarga
  • Karena mereka menghadapi stres dengan efektif, mereka lebih konfiden. Mereka cenderung menganggap tantangan sebagai kesempatan

 

Penerapan

  • Kita perlu berdoa dan minta bimbingan dari Tuhan supaya Roh Kudus menunjukkan kepada kita kalau ada aspek-aspek tertentu dari kehidupan keluarga asal kita yang disfungsi
  • Kita perlu berdoa dan minta bimbingan dari Tuhan supaya Roh Kudus menunjukkan kepada kita kalau kita memainkan peran yang tidak sehat dalam konteks keluarga asal kita
  • Kita perlu berdoa dan minta bimbingan dari Tuhan supaya Roh Kudus menunjukkan kepada kita di mana kehidupan kita pada masa kini masih terpengaruh oleh keluarga asal kita yang disfungsi
  • Kita perlu mencari bimbingan dari orang lain yang dapat menolong kita untuk menolak pola-pola kita yang disfungsi dan untuk membentuk pola-pola baru yang lebih sehat.

 

Broken Home

 

THE STRONG FAMILY ( Keluarga Bahagia )

RINGKASAN

“The Strong Family” by Charles R. Swindoll

 

BAGIAN PERTAMA

 MELETAKKAN FONDASI

Spesies yang Sudah Langka ?

Keluarga yang kokoh merupakan spesies yang langka karena hal itu merupakan hasil dari keinginan yang kuat serta keteguhan dan komitmen keluarga, yang dibangun melalui waktu yang panjang dengan hikmat dari Tuhan. Keluarga yang kokoh dan bahagia memiliki enam kualitas utama yaitu :

1)      Memiliki komitmen pada keluarga.

2)      Menghabiskan waktu bersama-sama.

3)      Memiliki komunikasi keluarga yang baik.

4)      Saling menghargai

5)      Memiliki komitmen spiritual.

6)      Mampu memecahkan masalah dalam krisis.

Empat prinsip abadi yang direncanakan Allah melalui keluarga dalam              Kej. 2:24, 25 :

1)      Perintah        : “meninggalkan ayahnya dan ibunya”

2)      Ketetapan     : “bersatu dengan isterinya”

3)      Kesatuan      : “keduanya menjadi satu daging”

4)      Keintiman    : “keduanya telanjang dan tidak merasa malu”

Ada 4 hal yang akan membuat kokoh sebuah keluarga dalam Ulangan pasal 6 :

1)      Dengarlah kebenaran secara sinambung (ayat 4)

2)      Cintailah Tuhan dengan sepenuh hati (ayat 5-6)

3)      Mengajar anak-anak dengan tekun (ayat 7-9)

4)      Takutlah kepada Tuhan (ayat 10-15).

 

  1. Contoh Kepemimpinan yang Maskulin

Peranan ayah merupakan contoh kepemimpinan yang maskulin yang memberikan rasa aman dan memperkokoh keluarga. Maskulinitas pada seorang pria kini hampir tidak ditemukan. Anggapan yang salah tentang pria sejati dimunculkan dalam bidang seni, media masa, dunia mode dan film-film yang menonjolkan kekerasan, kekuatan, perkelahian, sikap arogan dan sejenisnya. Berdasarkan I Tesalonila 2:7-12, ada beberapa dasar yang dapat dipakai sebagai tipe seorang ayah yang akan dihargai isteri dan dikagumi anak-anaknya.

  1. Memiliki kasih sayang (ayat 8a).
  2. Memberikan kehidupan yang transparan (ayat 8b).
  3. Memiliki ketekunan yang tidak egois (ayat 9).
  4. Memiliki kemurnian spiritual (ayat 9-10).
  5. Memberikan pegaruh yang positif (ayat 11-12).
  1. Mitra Pendukung yang Positif

Ibu merupakan seseorang yang memiliki pengaruh yang sangat kuat. Oleh karena itu, seorang ibu harus mengerti peran yang harus dilakukannya sesuai dengan Alkitab. Amsal 24:3-4 berhubungan dengan pembentukan, pembangunan dan peneguhan dalam rumah tangga. “Dengan hikmat rumah didirikan, dengan kepandaian itu ditegakkan dan dengan pengertian kamar-kamar diisi dengan bermacam-macam harta benda yang berharga dan menarik”. Dari ayat tersebut dapat kita mengerti bahwa rumah dibangun dengnan tiga piranti utama, yaitu hikmat, pengertian dan kepandaian. Ada 5 sumbangan berharga yang bisa dilakukan seorang ibu yaitu :

1)      Kelembutan yang transparan.

2)      Kemurnian iman.

3)      Keyakinan dalam diri.

4)      Cinta kasih yang tanpa pamrih.

5)      Kontrol diri.

 

  1. Bayi Anda Memiliki Kecenderungan

Ada dua kecenderungan yang ada pada seseorang yang merupakan sifat bawaan yang diturunkan oleh orang tuanya. Ada kecenderungan yang baik dan buruk, yang semakin dapat dilihat sesuai tingkat pertumbuhan seseorang sejak ia dilahirkan. Mazmur 139:13-14 membawa kita untuk menyadari siapa kita sebenarnya, dan tempat kita dibentuk. Dalam kandungan itu, Allah membentuk dan menenun kita. Ini harus kita sadari bahwa kejadian kita atau anak kita adalah dahsyat dan ajaib. Meskipun dalam hal ini, Allah ingin menciptakan segala sesuatu yang baik dalam diri seseorang, tetapi hukum dosa yang telah ditetapkan-Nya berjalan dengan alamiah sehingga anak pun memiliki kecenderungan buruk yaitu dalam keadaan berdosa. Mazmur 51:7, mengatakan “sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku”.

Dari dua kecenderungan yang ada pada seorang anak yang dibawa sejak ia ada dalam kandungan dan dilahirkan sebagai seorang bayi, para orang tua harus mulai mengasuh dan mendidiknya sesuai dengan kebenaran firman Tuhan Amsal 22:6 mengatakan, “didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. “Jalan yang patut baginya” berarti bakat atau kecenderungan yang ada padanya, entah itu baik atau buruk. Dan seorang anak harus dididik oleh orang tuanya sendiri dengan melihat pada sifat-sifat, bakat dan kecenderungan anak tersebut.

BAGIAN DUA

 

MEMBANGUN KERANGKA KEHIDUPAN

 

  1. Membentuk Kemauan dengan Kebijakan

Kasih dan disiplin merupakan dua hal yang saling berhubungan. Keseimbangan di antara kedua hal tersebut akan membentuk anak menjadi orang dewasa yang penuh percaya diri, sehat, bersikap matang dan produktif. Disiplin yang disertai dengan kebijakan dan kasih akan berjalan dengan adil dan seimbang, dalam batas tertentu serta bertujuan untuk memperkuat harga diri dan mengarah kepada kemampuan anak untuk dapat bertanggung jawab dalam hidupnya. Disiplin yang berlebihan (tanpa kebijakan dan kasih) akan membawa pada perbuatan penganiayaan yang jelas bersifat tidak adil, ekstrim dan menyiksa serta meninggalkan luka dan mengakibatkan kebencian dan permusuhan, menurunkan harga diri, menimbulkan ancaman dan gangguan emosional, memusuhi yang berwenang serta mengarah pada kerusakan dan ketidakmampuan anak untuk bertanggungjawab dalam hidupnya.

Pendisiplinan dapat dilakukan sesuai dengan prinsip yang tertulis dalam Amsal 22:15, Amsal 23:13-14, Amsal 13:24, Amsal 29:15 yaitu melalui tongkat atau hukuman fisik dan teguran atau perintah lisan. Tujuan utama dari pendisiplinan adalah :

  1. Membentuk anak menjadi orang dewasa yang bertanggung jawab dan memiliki kemandirian penuh dalam hidupnya.
  2. Memupuk dalam diri anak rasa menghargai diri sendiri dan orang lain secara sehat.
  3. Membangun cita-cita, harapan, kesembuhan dan kekuatan dalam diri setiap anak.

 

  1. Meningkatkan Harga Diri

Meningkatkan harga diri anak merupakan langkah berikutnya dari sumbangan terbesar yang bisa kita berikan dalam hidup anak. Yang terbaik adalah dengan membantunya memupuk hubungan yang berarti dan bertahan lama dengan Allah yang hidup. Harga diri yang dimaksud adalah bagaimana seseorang melihat dan merasa tentang dirinya sendiri yaitu penilaian secara menyeluruh tentang dirinya. Harga diri bukanlah keangkuhan, melainkan peranan menghargai diri yang tenang, perasaan percaya diri. Jadi yang dimaksud dengan harga diri adalah kepercayaan diri. Jika anak memiliki harga diri yang kuat maka ia akan mampu mengasihi dan akan membentuk kreativitas, integritas dan stabilitas dirinya, bahkan membentuk inti kepribadiannya dan menentukan terhadap apa yang akan diperbuatnya dengan kemampuan dan sikapnya.

Harga diri atau kepercayaan diri seorang anak tidak ditentukan dalam pergaulannya, lingkungan sekolah, atau tempat-tempat lain tetapi di dalam keluarga. Orang tua yang mendidik anaknya dengan membiasakan memberikan kata-kat pujian dan penghargaan kepada keberhasilan atau kepandaian dan kemampuan anak akan meningkatkan harga diri anak.

Orang tua dapat memberikan bantuan untuk meningkatkan harga diri anak :

  1. Komitmen untuk menemukan

Keluarga yang saling meningkatkan harga diri dalam keluarga memberikan komitmen untuk saling menemukan dan memahami. Kita belajar untuk berusaha mencari yang baik/yang kuat dan bermanfaat. Membangun harga diri yang kuat membutuhkan komitmen untuk menemukannya.

  1. Kemauan untuk terlibat

Orang tua harus mau memberikan komitmen waktu dan energi untuk mewujudkan kepercayaan diri anak. Untuk mempertajam harga diri anak, keterlibatan orang tua sangat diperlukan.

  1. Kemampuan berefleksi

Seorang anak tidak bisa sendirian mengenali dirinya sendiri dengan seutuhnya. Ia membutuhkan wawasan dan bantuan dari orang lain. Orang lain diperlukan untuk membantu merefleksikan lubuk hati yang paling dalam. Seorang anak memperoleh “refleksi” yang pertama dari orang tuanya.

  1. Masa Remaja yang Menantang

Bagi kebanyakan orang tua, masa remaja merupakan masa yang sulit untuk mendidik anak-anak mereka. Tetapi untuk mendidik mereka, sikap keras dan kaku merupakan hal yang berbahaya. Orang tua harus bersikap luwes dan tidak bersikukuh, segala sesuatu tetap seperti semula agar anak tidak memberontak. Orang tua juga harus cukup bijak dan matang untuk memberikan ruang, lebih banyak mendengarkan daripada berkhotbah, melepaskan pengontrolan yang terlalu ketat, tetap bersikap tenang dan tegas tetapi memiliki sedikit rasa humor yang menyenangkan. Ada 4 pertanyaan yang harus diajukan kepada remaja :

  1. Siapa saya ?

Hal ini merupakan pergumulan dengan jati diri.

  1. Sikap apa yang akan saya pilih ?

Hal ini merupakan pergumulan dengan tanggung jawab.

  1. Peraturan siapa yang akan saya hargai ?

Hal ini merupakan pergumulan dengan kewenangan.

  1. Gaya hidup bagaimana yang akan saya tempuh ?

Hal ini merupakan pergumulan dengan tata cara yang sesuai.

Dalam menghadapi anak remaja, kebijakan adalah kunci yang tepat. Kebijakan menjaga situasi agar tetap masuk akal dan peka, serta membimbing kita untuk tidak memikul sama rata. Kebijakan membuat orang tua lebih sabar dan toleran serta membantu kapan saatnya berbicara atau bertindak, mendengarkan atau menegaskan, menantangnya atau merangkulnya.

 

  1. Bergembira Bersama Keluarga

Membangun keluarga yang kokoh merupakan rangkaian proses sehari-hari, uji ralat, belajar sambil praktek untuk akhirnya menemukan sesuatu yang sedikit hubungannya dengan peraturan dan kaidah yang kaku, semuanya berhubungan dengan sikap dan perbuatan. Oleh karena itu orang tua harus bersikap fleksibel untuk memberikan ruang gerak kepada kebijakan. Sikap serba terburu-buru dan kaku merupakan dua musuh utama fleksibilitas yang akan menghilangkan kegembiran dalam keluarga.

Cara memelihara kegembiraan dalam keluarga :

  1. Orang tua harus berusaha benar-benar otentik yaitu terbuka untuk mengungkapkan dirinya sendiri, jujur dan bersikap apa adanya.
  2. Orang tua harus menerapkan peraturan dan kebijakan seminimal mungkin untuk memberi ruang gerak bagi pertumbuhan anak tetapi tidak mengesampingkan batasan moral.
  3. Orang tua harus memberikan persetujuan untuk keinginan-keinginan dan permintaan anak, kecuali untuk sesuatu yang jelas tidak mungkin dikabulkan.
  4. Orang tua harus memiliki prinsip kasih karena untuk kegagalan anak dalam melakukan peraturan yang memang wajar dan manusiawi. Pengakuan dan penyesalan anak harus direspon dengan memaafkan dan penanganan yang lebi serius.

 BAGIAN TIGA

MENGHADAPI BADAI

 

  1. Memperingatkan Mereka yang Tidak Terlibat

Ada sisi gelap kehidupan yang harus dihadapi sebuah keluarga. Kondisi keluarga yang berantakan merupakan fakta kehidupan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Contoh dalam Alkitab terdapat dalam 1 Sam. 1-3 dimana keluarga Eli adalah keluarga hamba Tuhan yang melayani dalam rumah Tuhan. Tetapi kedua anaknya melakukan perjinahan dan memandang rendah korban bagi Tuhan. Sebagai seorang ayah sekaligus Imam dan Hakim, Eli tidak tegas menegur dan mendidik anaknya sehingga Tuhan pada akhirnya menghukum dia dan seluruh keluarganya.

Dari peristiwa ini dapat kita temukan 4 tanda-tanda kehancuran keluarga :

  1. Sebagai seorang kepala keluarga, ayah terlalu sibuk sehingga mengabaikan kebutuhan keluarga.
  2. Menolak menghadapi keburukan cara hidup anak-anaknya atau tidak mengambil tindakan.
  3. Tidak mampu menanggapi peringatan orang lain dengan benar.
  4. Rasionalisasi hal yang salah, sehingga menjadi bagian dari permasalahan.

Hal yang harus dilakukan jika keluarga kita masih utuh adalah mengucap syukur dan memohon kekuatan Tuhan dan kebijakan untuk menghadapi ujian dan krisis yang pasti akan datang. Kedua adalah menaikkan doa bagi anak-anak kita sehingga Tuhan menyertai anak-anak kita dan memberinya keberhasilan spiritual semasa pertumbuhannya seperti halnya doa Hana untuk Samuel anaknya yang dibesarkan dalam situasi rumah tangga yang berantakan.

 

  1. Menghadapi Keadaan yang Tidak Menyenangkan

Perumpamaan tentang anak yang hilang merupakan contoh sebuah keluarga yang menghadapi keadaan yang tidak menyenangkan. Pembangkangan atau pemberontakan anak terhadap orang tua mengakibatkan kepergian anak dari rumahnya untuk mencari kebebasan dan berfoya-foya. Hal ini dapat terjadi   bahkan sudah terjadi dalam keluarga-keluarga Kristen sekarang ini. Tuhan melihat bahwa dosa pembangkangan adalah sama dengan dosa penyembahan berhala       (1 Sam. 15:22-23). Beberapa prinsip yang bermanfaat yang bisa membantu bagaimana menghadapi anak yang memberontak.:

1)      Tidak satupun anak yang membangkang boleh dibiarkan menghancurkan rumah tangga.

2)      Jika tingkat pembangkangan itu mendukung terjadinya perpisahan, kita harus lebih memilih prinsip dari pada anak.

3)      Apabila rasa penyesalan yang mendalam muncul dari anak; maka orang tua harus memberikan pengampunan dan sambutan penuh suka cita.

4)      Seorang ayah harus tegas, berani, tenang dalam meghadapi pembangkangan anak dan banyak berdoa bagi dia.

5)      Komunikasi dan mendiskusikan permasalahan bersama anak merupakan langkah yang harus ditempuh orang tua.

  1. Menghadapi yang Tidak Terduga

Ada empat faktor utama yang harus dihadapi dalam memilah         kehidupan :

1)      Manusianya

Setiap orang yang bekerja dengan orang lain dan/atau keluarga harus siap menerima kenyataan bahwa manusia itu pada dasarnya berdosa, egois, dan tidak sempurna.

2)      Peristiwa

Peristiwa dalam kehidupan ini tidak bisa diramalkan dan kadang-kadang jauh lebih buruk daripada yang kita harapkan. Oleh karena itu kita harus hidup seperti apa adanya, bukan seperti yang kita harapkan.

3)      Keputusan

Kebanyakan dari kita membuat keputusan berdasarkan segi horisontal dan jarang berdasarkan prinsip Alkitabiah sesuai kehendak Tuhan.

4)      Hasilnya

Perbuatan yang kita lakukan akan menghasilkan dampak terhadap lingkungan sekitar kita dan konsekuensinya sangat berat. Oleh karena itu, kita harus tetap ingat kepada Tuhan yang sanggup menolong segala kelemahan kita.

Kita bisa mengambil teladan dari Ayub, seorang kepala keluarga yang soleh, terhormat, kaya raya dan hidup sukses bersama istri dan ke sepuluh anaknya. Tetapi mala petaka yang tak terduga pun terjadi dalam hidupnya. Tanpa peringatan apapun, tanpa tahu kesalahannya, ia kehilangan seluruh harta benda dan kekayaannya, lalu kehilangan kesepuluh anaknya. Dan ia pun akhirnya menderita penyakit di sekujur tubuhnya.

Dari peristiwa tersebut, kita dapat belajar mempersiapkan diri menghadapi sesuatu yang tidak kita ketahui. Salah satu hal paling berguna yang bisa dilakukan orang tua adalah saling membantu dari segi pandangan, saling mengingatkan tentang gambar keseluruhan baik pada saat diberkati maupun pada saat sedih.   Ada 4 tahap proses pemulihan yang tercermin dari reaksi Ayub :

Langkah ke 1.   Pemulihan adalah kesedihan yang manusiawi artinya batapapun sakitnya, ungkapan kesedihan kita harus dilampiaskan seluruhnya jika kita berharap terjadi pemulihan seutuhnya.

Langkah ke 2.   Pemulihan adalah perjuangan batin menghadapi teologi artinya terjadi pertentangan antara iman kepada Tuhan dan kenyataan yang tidak sesuai iman.

Langkah ke 3.   Dalam proses pemulihan adalah menerima kenyataan, artinya kita harus siap menerima apapun yang akan terjadi.

Langkah ke 4.   Adalah kebebasan dari ketidakadilan artinya kita harus menerima bahwa Tuhan pasti bertindak adil.

 

  1. Memikul Beban yang Maha Berat

Beban yang maha berat dapat terjadi pada siapa saja. Dan setiap orang akan merasa sendiri dan kesepian dalam menanggung hal ini. Daud merupakan salah satu contoh yang pernah menanggung beban yang maha berat. Anaknya Absalom memberontak terhadap dia dan berperang melawan dia. Akhirnya Daud harus menangisi kematian anaknya yang tidak pernah dikehendakinya. Banyak contoh kisah yang merupakan beban yang maha berat dapat terjadi dalam keluarga kita. Tetapi kita harus memiliki keyakinan bahwa betapapun beratnya cobaan yang terjadi, kita pasti dapat menanggungnya, bahkan dapat mengatasinya. Pada saat yang demikian kita harus mengakui akan kebutuhan berikut :

–          Kita membutuhkan teman yang benar-benar jujur yang dapat memahami dan menghibur serta menguatkan.

–          Kita membutuhkan Sang Penyelamat yang bisa diandalkan yaitu Tuhan Yesus.

–          Kita mebutuhkan keyakinan yang tidak bisa digoyahkan apapun.

 

  1. Mengantisipasi Keadaan yang Tidak Lazim

Tuhan memiliki cara yang mengherankan dalam kehidupan kita. Dia penuh dengan kejutan. Pada saat kita mengira sudah bisa menguasai keadaan dan menangani rutinitas, Dia memperkenalkan hal yang tidak lazim. Keluarga Nuh merupakan contoh yang relevan dengan kehidupan kita saat ini. Dimana di tengah masyarakat yang sudah rusak, masih ada seorang pria beriman yang mengasuh sebuah keluarga yang setia. Ada tiga gagasan spesifik yang dapat diterapkan di masa kini berkaitan dengan kisah Nuh :

  1. Hal yang tidak lazim merupakan prosedur standar Allah.
  2. Tuhan masih mencari keluarga yang menjadi contoh keimanan.
  3. Melawan kecenderungan untuk memilih rasa aman dari pada kesiapsediaan.

 

  1. Menerima yang Tidak Terelakkan

Ada beberapa ungkapan dalam Yesaya 53:4-6 yang sebagian besar di antara kita tidak menerapkan dalam keluarga :

–          Kesedihan kita

–          Kedukaan kita

–          Pelanggaran hukum kita

–          Ketidakadilan kita

Dari rata-rata kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri…” membawa kita pada empat kenyataan berikut :

  1. Kita semua tidak ada yang sempurna, termasuk anak keturunan kita.
  2. Kita tidak bisa mengubah masa lampau, termasuk cara kita mendidik anak.
  3. Secara pribadi kita bertanggung jawab atas kesalahan kita, termasuk kesalahan yang dibuat tanpa disadari.
  4. Kita mempunyai harapan penyembuhan karena semua kesalahan kita ditanggung Kristus, termasuk kegagalan di rumah tangga.

Ada hal-hal negatif dan positif yang dapat menjadi pertimbangan kita untuk menuju pemulihan dan pembaharuan, bahkan sampai penyembuhan yang sempurna. Hal yang negatif yang tidak membantu kita harus kita tinggalkan dan melanjutkan proses perjalanan kita dengan hal-hal yang positif. Di sini ditawarkan tiga hal penting dalam melaksanakan proses ini :

  1. Kita harus berjalan dengan motivasi yang benar.
  2. Kita harus bersikap sabar.
  3. Kita harus melakukannya dengan kekuatan Tuhan.

 

EVALUASI

Buku “The Strong Family” karya Charles R. Swindoll ini merupakan buku yang luar biasa bagi saya. Dalam menyoroti masing-masing pribadi dalam sebuah keluarga dimana baik posisi sebagai ayah atau ibu maupun anak membuat kita sadar dan mengerti apa yang seharusnya kita lakukan dan bagaimana seharusnya kita dalam sebuah keluarga yang baik. Jika buku “Cinta dan Kemesraan” mengupas tentang hubungan suami istri, membaca buku ini seakan-akan merupakan kelanjutan dari buku yang pertama. Hal ini menjadi semakin jelas saat buku ini membahas hubungan antara orang tua dan anak serta bagaimana cara mendidik anak-anak yang baik dan benar.

Meskipun buku ini sangat bergaya Amerika dalam tulisannya dan kadang-kadang sulit ditangkap maksud dalam setiap paragraf dalam hubungannya dengan paragraf lain. Namun setelah kita membaca ulang dan melihat contoh-contoh yang dikemukakan maka maksud dan tujuannya dapat segera kita ketahui. Mungkin untuk kaum awam di Indonesia, buku ini akan kurang bisa dimengerti, karena gaya penulisaannya menggunakan bahasa percakapan dan menggunakan kata-kata yang sulit. Tetapi isi tulisan ini pasti lebih bermanfaat bagi kaum awam di Indonesia jika mereka dapat memahaminya.

Hal-hal baru yang dikupas dari peristiwa-peristiwa dan pengalaman sehari-hari memiliki makna yang jelas bagi setiap pembaca. Hikmat dan pengetahuan untuk melihat sebuah pengalaman dan peristiwa-peristiwa hidup baik dalam kisah Alkitab maupun contoh sehari-hari menempatkan kita pada pemahaman yang jelas dan pemikiran yang berkembang. Contoh-contoh praktis yang menyertai setiap pokok bahasan sangat membantu kita, bahkan sangat menyentuh emosi kita sehingga dengan jelas kita tahu apa yang harus kita lakukan dalam kehidupan kita yang demikian.

 

KONSELING PRA NIKAH (KRISTIANI)

           Sebagian besar pasangan pra nikah, secara Kekristenan belum siap untuk menjalani kehidupan dalam pernikahan. Mereka memang telah memutuskan untuk menjalani hidup bersama dalam pernikahan karena saling mencintai. Tetapi mereka melakukannya  hanya karena merasakan cinta dan sekedar melakukan sesuatu yang alami. Mereka menganggap cinta adalah hal yang sederhana untuk dimengerti dan mudah untuk dilakukan. Kebanyakan tidak ada yang belajar bagaimana membangun cinta dan keluarga, sehingga lebih lagi mereka pun pasti tidak memahami tentang dasar-dasar dan tujuan pernikahan yang benar.

            Pendapat dan pola pikir serta cara-cara dunia tentang pergaulan, cinta, seks dan pernikahan membawa pergeseran nilai kehidupan generasi kita untuk menyimpang dan tidak sesuai dengan prinsip firman Tuhan. Masyarakat kita yang mulai berorientasi pada media mengukur kemudahan untuk dicintai dan mencintai dengan mengutamakan popularitas, daya tarik seksual dan penggunaan produk-produk untuk penampilan. Pengaruh yang buruk ini sengaja dimasukkan “si jahat” ke dalam sistem dunia yang dengan jelas dapat kita lihat dalam film, sinetron, iklan-iklan, musik dan lagu, buku-buku bacaan, novel, majalah, tabloid, koran, kisah-kisah artis dan selebritis, acara-acara televisi dan lain sebagainya. Akibatnya penyimpangan dan penyesatan ini telah diterima dan membentuk pola pikir remaja dan anak-anak muda sebagai sesuatu yang normal dan wajar, bahkan oleh sebagian orang-orang tua yang merasa berpikir “modern” pada saat ini.

            Untuk mengatasi kerusakan ini, perlu adanya pembenahan dan usaha-usaha yang berkesinambungan dari banyak unsur-unsur terkait dalam masyarakat, gereja, keluarga, orang tua, pendeta, penatua-penatua dan khususnya generasi muda itu sendiri. Salah satu yang dapat kita lakukan dalam gereja adalah membangun kehidupan iman yang kuat untuk jemaat terutama remaja dan anak-anak muda, termasuk memberikan bimbingan konseling pra nikah. Para pendeta, penatua dan para pemimpin gereja memiliki kesempatan khusus dan tanggung jawab untuk mengajar prinsip-prinsip hidup yang alkitabiah. Sekarang ini, kebanyakan pelayanan konseling pra nikah telah jauh dari tujuan yang sebenarnya dan hanya sebagai sebuah pelayanan formal atau sekedar tata cara dan kebiasaan yang harus dilakukan pasangan pra nikah. Oleh karena itu, pelayanan ini memang harus dilakukan oleh para pendeta atau penatua gereja yang benar-benar memiliki hati dan wawasan serta keahlian khusus dalam konseling pra nikah. Namun demikian, keberhasilan pasangan pra nikah dalam membangun sebuah pernikahan atau rumah tangga Kristen ditentukan oleh besarnya pemahaman dan luasnya kejujuran dan keterbukaan serta kuatnya keinginan mereka berdua untuk melakukan kebenaran-kebenaran firman Tuhan yang mereka dapatkan dalam konseling pra nikah ini.

Pengertian Konseling Pra Nikah

            Konseling pra nikah merupakan konseling khusus yang dilakukan bagi pasangan yang akan menikah atau sebelum/pra nikah. Secara luas pengertian konseling itu sendiri merupakan hubungan timbal balik antara dua individu yaitu konselor yang berusaha menolong atau membimbing dan konseli yang membutuhkan pengertian untuk mengatasi persoalan yang dihadapinya. Jenis pelayanan ini sering disebut sebagai pastoral konseling karena dilakukan dalam sistem gereja oleh para pendeta/penatua.

Definisi pastoral konseling adalah hubungan timbal balik (interpersonal relationship) antara hamba Tuhan (pendeta, penginjil, dan sebagainya) sebagai konselor dengan konselinya (klien, orang yang minta bimbingan) dalam mana konselor mencoba membimbing konselinya ke dalam suatu suasana percakapan konseling yang ideal (conductive atmosphere) yang memungkinkan konseli itu betul-betul dapat mengenal dan mengerti apa yang sedang terjadi pada dirinya sendiri, persoalannya, kondisi hidupnya, dimana ia berada, dan sebagainya; sehingga ia mampu melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya kepada Tuhan dan mencoba mencapai tujuan itu dengan takaran, kekuatan dan kemampuan seperti yang sudah diberikan Tuhan kepadanya.

Berdasarkan definisi tersebut dapat kita simpulkan bahwa konseling pra nikah merupakan hubungan timbal balik atau dialog antara konselor dengan pasangan pra nikah agar mereka dapat mengenal dan mengerti terhadap dasar-dasar, tujuan dan persoalan-persoalan hidupnya yang menyangkut tentang pernikahan dalam relasi dan tanggung jawab pernikahannya pada Tuhan serta mencapai tujuan hidup dalam pernikahan tersebut dengan takaran, kekuatan dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya berdasarkan kebenaran firman Tuhan.

Dasar dan Landasan Konseling

            Dalam definisi pastoral konseling disebutkan bahwa konseli diharapkan dapat melihat tujuan hidupnya dalam relasi dan tanggung jawabnya kepada Tuhan. Kita dapat memahami bahwa hubungan kepada Tuhan hanya dapat terjadi melalui Yesus Kristus berdasarkan Alkitab sebagai standar kebenaran yang mutlak untuk menilai tingkah laku dan kebutuhannya. Oleh karena itu dasar dan landasan konseling merupakan dua hal yang tidak mungkin dipisahkan yaitu Yesus Kristus dan Alkitab atau firman Allah. Kita dapat menemukan prinsip-prinsip konseling melalui kebenaran Alkitab yaitu :

  1. Keberdosaan dan ketidakberdayaan manusia.
  2. Ketergantungan mutlak kepada Roh Kudus.
  3. Kemutlakan kebenaran firman Allah sebagai dasar dan landasan konseling.
  4. Konselor hanya sebagai alat yang dipakai Allah untuk membantu memberikan jalan keluar kepada konseli.

Tujuan Konseling Pra Nikah

Tujuan konseling bukan hanya turut memecahkan masalah dengan konseli pada saat dibimbing tetapi bagaimana mempersiapkan konseli untuk hidup pada masa-masa mendatang. Dengan demikian  konseling pra nikah tidak hanya ditujukan bagi pasangan pra nikah yang memiliki masalah-masalah yang berhubungan dengan pernikahan saja, tetapi wajib diikuti oleh semua pasangan yang akan melaksanakan pernikahan. Ini lebih bersifat memperlengkapi sebagai pedoman dan tuntunan di dalam hidup pernikahan, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk membereskan, memulihkan dan menyelesaikan masalah-masalah yang telah ada, baik secara pribadi maupun hubungan di antara pasangan tersebut atau dengan keluarga atau juga dengan orang lain.

            Tujuan konseling ini adalah untuk membantu pasangan pra nikah untuk mencapai tujuan hidupnya dalam hubungan dan tanggung jawabnya kepada Tuhan seperti yang disebutkan dalam definisi pastoral konseling. Tujuan ini juga menyangkut hubungan dan tanggung jawab masing-masing individu terhadap pasangannya sendiri, maupun hubungan dan tanggung jawab mereka baik kepada masyarakat, orang tua, saudara-saudara mereka, teman-teman mereka dan jemaat.

            Dengan mengerti tujuan dari konseling ini maka pasangan pra nikah diharapkan mampu untuk membina dan membangun sebuah keluarga Kristen yang kuat sesuai dengan kehendak Tuhan. Dengan demikian mereka menjadi teladan bagi keluarga-keluarga lain dan menjadi terang di tengah-tengah keluarga-keluarga non Kristen. Akhirnya pasangan ini akan melahirkan anak-anak yang takut akan Tuhan dan menjadi sebuah keluarga yang mengasihi Tuhan dan mengasihi sesamanya sehingga dari keluarga yang kuat ini pun akan dilahirkan keluarga baru yang kuat pada generasi berikutnya.